Loading...

9 Macam Teori Nilai Objektif & Subjektif Serta Tokoh dan Contohnya Lengkap

Advertisement
Alat pemuas kebutuhan yang berupa barang dan jasa yang telah kita bahas pada artikel sebelumnya jumlahnya sangat terbatas sehingga tidak setiap orang mampu memilikinya, padahal barang dan jasa tersebut dibutuhkan dan bermanfaat bagi manusia. Barang yang memiliki manfaat bagi manusia dikatakan bahwa barang itu memiliki nilai bagi manusia.
9 Macam Teori Nilai Objektif & Subjektif Serta Tokoh dan Contohnya Lengkap
Dengan kata lain, barang-barang yang memiliki nilai berarti barang itu mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, nilai barang diartikan sebagai kemampuan barang untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Penggolongan Nilai
Nilai barang dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Nilai Pakai Nilai Pakai (Value in Use)
Suatu barang dikategorikan memiliki nilai pakai apabila barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemiliknya secara langsung. Nilai pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
 Nilai pakai objektif yaitu kemampuan suatu barang dalam memenuhi kebutuhan setiap orang. Misalnya, air memiliki nilai pakai yang tinggi bagi setiap orang.
 Nilai pakai subjektif, yaitu nilai yang diberikan seseorang karena barang tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Misalnya, kursi roda bagi orang yang tidak dapat berjalan memiliki nilai pakai yang tinggi, tetapi bernilai pakai rendah bagi orang yang sehat.

2. Nilai Tukar (Value in Exchange)
Suatu barang dapat dikategorikan memiliki nilai tukar apabila mempunyai kemampuan untuk ditukarkan dengan barang lain. Nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
 Nilai tukar objektif, yaitu kemampuan suatu barang apabila ditukarkan dengan barang lain (sering disebut harga). Misalnya, semua orang mengakui bahwa berlian memiliki nilai tukar yang tinggi maka berlian akan memiliki harga yang tinggi di setiap tempat.
 Nilai tukar subjektif, yaitu nilai tukar yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu barang. Misalnya, bagi seseorang nilai tukar sebuah lukisan tertentu lebih tinggi dari nilai tukar sebuah mobil baru, tetapi tidak demikian bagi yang lain.

3. Paradoks Nilai Paradoks
Nilai Barang yang memiliki nilai tukar yang tinggi seharusnya memiliki nilai pakai yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya, akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Dua nilai yang telah diuraikan di atas berbeda sudut pandangnya sehingga hal ini dapat menyebabkan pertentangan penilaian pada suatu barang yang sama disebut Paradoks nilai.

Bisa jadi nilai guna suatu Paradoks nilai barang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya rendah, atau sebaliknya. Seperti pada contoh di atas, air memiliki nilai guna yang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya rendah. Begitu juga dengan berlian yang memiliki nilai guna rendah, tetapi memiliki nilai tukar yang sangat tinggi.

Teori Nilai
Teori nilai memberikan jawaban atas pertanyaan “Apakah sebabnya barangbarang mempunyai nilai? Dan faktor-faktor mana yang mempengaruhi tinggi/ rendahnya nilai suatu barang”. Beberapa ahli ekonomi membahas teori nilai menurut pandangannya masing-masing. Dalam garis besarnya, teori nilai dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : teori nilai objektif dan teori nilai subjektif.
1. Teori Nilai Objektif
Mazhab Klasiklah yang pertama kali mempelajari soal nilai, terutama nilai tukar. Teori nilai objektif menyelidiki nilai suatu barang dengan barang itu sendiri sebagai objek penelitian. Bagaimana terjadinya barang itu? apakah barang itu mempunyai guna pakai dan guna tukar?

Dalam hal menilai, produsen mempunyai peranan penting, karena produsenlah yang menghasilkan barang serta mengetahui seluk-beluk proses produksi barang itu sampai dapat dijual di pasar. Sebagai dasar dalam penyelidikan teori nilai objektif ialah:
1) barang yang akan diselidiki.
2) penilaian dari pihak produsen.
3) apakah barang itu memiliki guna pakai dan guna tukar?

Beberapa pelopor teori nilai objektif yaitu: Adam Smith dengan teori nilai biaya produksi, David Ricardo dengan teori nilai biaya produksi tenaga kerja, Karl Marx dengan teori nilai tenaga rata-rata masyarakat atau teori nilai lebih, Carey dengan teori nilai biaya reproduksi, serta David Humme dan John Locke dengan teori nilai pasar.
A. Teori Nilai Biaya Produksi dari Adam Smith
Untuk membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus memberikan pengorbanan berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa modal dan tenaga inilah yang menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan nilai yang dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi).

Teori Adam Smith dikenal dengan nama Teori Nilai Biaya produksi (Cost Value Theory). Sering pula terjadi bahwa perbaikan dalam cara produksi menyebabkan biaya produksi sangat berkurang. Hal ini dapat diperhatikan dalam ajaran nilai biaya reproduksi dari Carey.
Teori nilai biaya produksi menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen untuk membuat barang tersebut. Menurutnya, semakin tinggi nilai pakai suatu barang, nilai tukarnya pun juga akan semakin tinggi.

B. Teori Nilai Tenaga Kerja dari David Ricardo
Nilai barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang itu. Tenaga kerja yang dimaksud oleh Ricardo adalah meliputi tenaga kerja manusia dan perkakas mesin-mesin, karena perkakas dan mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain adalah hasil dari tenaga kerja.

Ricardo membedakan barang menjadi dua golongan
a) barang yang tidak mungkin diganti atau diperbanyak, seperti : lukisan. Nilai barang ini ditentukan oleh penggemar.
b) Barang yang mudah diperbanyak, nilainya ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.
Berkaitan dengan itu, tenaga kerja merupakan alat penunjuk nilai dalam tukar-menukar.
Teori nilai tenaga kerja menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.

C. Teori Nilai Tenaga Kerja Rata-Rata Masyarakat/Teori Nilai Lebih dari Karl Marx

Pendapat Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga kerja adalah sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan oleh jumlah tenaga kerja rerata masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia termasuk perkakas dan mesin yang dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja yang sudah mengkristal.

Teori tenaga kerja Karl Marx dipakai sebagai dasar untuk menyusun “teori pemerasan”, yang mengkritik terjadinya kepincangan-kepincangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Teori pemerasan ini sangat membantu dalam menguraikan teori nilai lebih (value added).

Dalam teori nilai lebih, Karl Marx berpendapat bahwa upah yang diberikan kepada buruh tidak sesuai dengan harga barang yang dijual sehingga terjadi pemerasan terhadap buruh. Laba yang diterima pengusaha didapat dari selisih nilai jual dengan biaya produksi yang rendah karena pemerasan terhadap buruh disebut nilai lebih. Oleh karena itu, teori ini disebut teori nilai lebih.
Menurut Karl Marx, tenaga kerja mempunyai nilai tukar dan nilai pakai bagi pengusaha. Dalam hal ini pengusaha harus membayar nilai tukarnya untuk mendapatkan nilai pakainya. Kelebihan nilai pakai atas nilai tukar inilah yang disebut nilai lebih.

D. Teori Nilai Biaya Produksi dari Carey
Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Contohnya: untuk membuat meja belajar diperlukan biaya Rp 150.000,00. Setelah satu bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan biaya Rp 200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya reproduksi.
Menurut Carey, nilai suatu barang ditentukan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya reproduksi). Oleh karena untuk menentukan nilai suatu barang tidak berpangkal pada biaya produksi yang pertama kali, tetapi pada biaya produksi yang dikeluarkan sekarang.

E. Teori Nilai Pasar dari Hummed dan John Locke
Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut market value theory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika penawaran lebih besar daripada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan naik.
Menurut Humme dan Locke, nilai suatu barang sangat tergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar.

2. Teori Nilai Subjektif
Para pelopor teori nilai subjektif adalah Herman Heinrich Gossen, Karl Menger, dan Von Bohm Bawerk. Dalam teori nilai objektif dikemukakan bahwa suatu barang yang memiliki guna pakai umum akan bernilai tinggi.

Akan tetapi teori ini terbentur pada suatu paradoks bahwa air yang mempunyai guna pakai tinggi, tetapi bernilai rendah, sedangkan berlian/intan yang mempunyai guna pakai umum kecil, tetapi justru bernilai tinggi. Paradox antinomi nilai ini tidak dianalisis lebih lanjut oleh ajaran klasik.
A. Hukum Gossen I
Hukum Gossen I ini mengemukakan tentang gejala tambahan kepuasan yang tidak proporsional yang dikenal dengan The Law of Diminishing Marginal Utility (Hukum Tambahan Kepuasan yang Semakin Menurun). Hukum Gossen I berbunyi sebagai berikut.
”Jika jumlah suatu barang yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu terus ditambah maka kepuasan total yang diperolah juga bertambah, akan tetapi kepuasan marjinal (tambahan kepuasan yang diperoleh jika dikonsumi ditambah dengan satu unit) pada titik tertentu akan semakin berkurang. Bahkan jika konsumsi terus dilakukan, pada akhirnya tambahan kepuasan yang diperoleh akan menjadi negatif dan kepuasan total menjadi berkurang.”

B. Hukum Gossen II
Uraian di atas mengemukakan perilaku konsumen terhadap satu macam barang saja. Pada kenyataannya, konsumen membutuhkan beraneka macam barang. Masalahnya adalah berapa pengorbanan yang harus dilakukan agar bermacam-macam kebutuhannya dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya dan tercapai kepuasan maksimal.

Hal ini dikemukakan dalam Hukum Gossen II, yaitu sebagai berikut.
”Manusia akan berusaha memuaskan yang beraneka ragam sampai mencapai tingkat intensitas yang sama.”

Artinya manusia akan membagi-bagi pengeluaran uangnya sedemikian rupa sehingga kebutuhannya terpenuhi secara seimbang.

C. Teori Nilai Subjektif Carl Menger
Menurut Menger, nilai ditentukan oleh faktor subjektif dibandingkan faktor objektif. Nilai berasal dari kepuasan manusia. Karena kebutuhan manusia lebih banyak daripada barang/jasa yang tersedia maka untuk memuaskan kebutuhannya, manusia akan memilih secara rasional di antara barang/jasa alternatif yang tersedia.

Dalam teori ini dikemukakan tentang prinsip-prinsip pengkatagorian barang/jasa menurut tingkat intensitasnya.
 Katagori I adalah barang-barang untuk mempertahankan hidup,
 katagori II barang/jasa untuk kesehatan, dan
 katagori III adalah barang/jasa untuk memberikan kesejahteraan individu. Semakin penting barang/jasa tersebut bagi seorang individu maka nilai barang/jasa tersebut semakin tinggi.

D. Teori Nilai Subjektif Bohm Bawerk
Teori Von Bohm Bawerk disebut Teori Nilai Batas. Nilai batas adalah nilai yang diberikan kepada barang yang dimilikinya paling akhir atau nilai pemuasan yang paling akhir.

Post a Comment

Mohon berkomentar secara bijak dengan bahasa yang sopan dan tidak keluar dari topik permasalahan dalam artikel ini. Dan jangan ikut sertakan link promosi dalam bentuk apapun.
Terimakasih.

emo-but-icon

Home item

Recent Posts